Tuesday, April 21, 2009

GURU KECIL OTAK KANAN VERSUS GURU BESAR OTAK KIRI

GURU KECIL “OTAK KANAN”
VERSUS
GURU BESAR “ OTAK KIRI “

( Oleh : Arman A.Amirullah )

Guru Kecil bilamana kita sandingkan dengan Guru Besar maka akan terpikir oleh kita bahwa yang dimaksud dengan guru kecil adalah seorang guru yang mengajar di sekolah dasar dengan pendidikan DII atau S1 bahkan ada yang masih tamatan SPG. Dan yang lebih memprihatinkan adalah karena masih banyak di negeri ini guru kecil yang hanya tamatan SMA atau SMK terutama di daerah pelosok di seluruh penjuru nusantara.
Berbeda dengan Guru Besar: yang biasanya bergelar Professor mengajar di Perguruan Tinggi dengan berbagai kelengkapan fasilitas seperti tas kulit, jas lengkap dengan dasinya, tak lupa laptop di dalam tas serta HP seri terbaru di genggaman tangan kanannya. Sewaktu-waktu sang guru besar kelihatan bingung karena lupa dimana menyimpan kaca matanya, serta lupa dimana mobilnya diparkir.
Itulah perbedaan kedua sang GURU kita seperti antara langit dan bumi.
Tapi coba kita simak komentar Penulis buku LASKAR PELANGI ( Andrea Hirata) dalam buku ” The Phenomenon Of Laskar Pelangi” bahwa walaupun Saya sudah mengenyam pendidikan di Universitas terkemuka di dunia ini dan diajar oleh Guru Besar tercerdas di dunia namun bagi Saya tetap pendidikan yang terbaik yang pernah kami peroleh adalah pada waktu belajar di sekolah dasar LASKAR PELANGI di pedalaman pulau Belitong yang diajar oleh seorang guru yang sangat kami cintai yaitu Ibu MUSLIMAH( seorang Guru Kecil ” Otak Kanan ”).
Seorang Guru Kecil yang membuat penulis buku LASKAR PELANGI jadi cinta ILMU, cinta dengan tantangan serta petualangan, sampai sang murid terinspirasi untuk bisa membahagiakan gurunya dengan bercita-cita suatu saat akan menulis buku yang akan dipersembahkan untuk Ibu gurunya dan bertekad dapat bersekolah ke Sorbonne di Prancis serta bercita-cita dapat mengelilingi Eropa dan Afrika.
Kenapa sang penulis buku LASKAR PELANGI tidak merasa terkesan dengan pendidikan yang didapatkan di bangku kuliah di Sorbonne dengan tenaga pengajar seorang Guru Besar yang berkaliber dunia ?
Suatu pertanyaan yang patut kita selidiki ! Kenapa seorang murid sekolah dasar yang hampir roboh yang hanya diajar oleh seorang guru kecil yang hanya berpendidikan SKP ( setingkat SMP ) dengan fasilitas yang serba kekurangan, merasa mendapat pendidikan terbaik dibanding dengan selama belajar di Universitas terbaik di dunia dengan dosen seorang Guru Besar yang berkaliber dunia ?.
Jawabannya adalah karena sewaktu belajar di sekolah dasar Muhammadiyah di pedalaman Belitong mendapatkan Cinta dan kasih sayang seorang Guru Kecil dengan tulus dan ikhlas, membuat Andrea Hirata bisa merasakan cinta ILMU, sehingga haus dengan ILMU dan bertekad untuk mencari ILMU tersebut walaupun sampai ke Eropa dan Afrika. Sedangkan sewaktu di Universitas Sorbonne Prancis, mereka merasa belajar dengan penuh beban, tekanan, dan stress diajar oleh Guru Besar, seolah ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Professornya.

Pertanyaan selanjutnya adalah: kenapa seorang Guru Kecil seperti Ibu MUSLIMAH mampu menginspirasi muridnya sehingga tergila-gila dengan ILMU, sedangkan seorang Guru Besar bergelar Professor tidak mampu membuat mahasiswanya untuk mencintai ILMU bahkan malah membuat mahasiswanya stress, tertekan, terbebani, membosankan, mengerikan dan sebagainya.
Jawabannya adalah : karena Ibu MUSLIMAH adalah seorang Guru Kecil ” Otak Kanan” sedangkan Professor di Universitas Sorbonne adalah seorang Guru Besar ” Otak Kiri”.

Pertanyaan selanjutnya adalah : Apa bedanya Guru Kecil ” Otak Kanan” dengan Guru Besar ”Otak Kiri” ?

Jawabannya adalah : Guru Kecil ” Otak Kanan” mampu menggunakan otak kanannya yang penuh dengan CINTA dan kasih sayang dalam menyampaikan cahaya ILMU kepada muridnya melalui HATI yang ikhlas sehingga mampu membuka mata hati anak didiknya untuk menimba ilmu pengetahuan sekaligus mencintai ILMU yang terbentang di muka bumi ini.
Sedangkan Guru Besar ”Otak Kiri” hanya mampu memberi rumus-rumus, segudang teori, logika, serta penelitian-penelitian ilmiah yang membuat mahasiswanya jadi kaku seperti mesin robot yang siap digunakan sesuai perintah yang menggunakannya ( kadang-kadang error dan hang ).

Kalau Guru Kecil ” Otak Kanan” mampu mengalahkan pengaruh seorang Guru Besar ” Otak Kiri”, bagaimana nasib pendidikan bangsa kita kalau hanya dipenuhi oleh Guru Kecil” Otak Kiri”?
Para pembaca saya kira sudah bisa menebak bagaimana hasil dari mutu pendidikan kita.

Tapi coba seandainya yang terjadi sebaliknya, sekolah kita dipenuhi oleh Guru Kecil ” Otak Kanan” maka tunggulah lahirnya banyak Andrea Hirata kecil atau Lintang-Lintang kecil.

Semoga artikel sederhana ini mampu menginspirasi kita untuk banyak melahirkan Guru Kecil ” Otak Kanan” dan Guru Besar ” Otak Kanan”. BUKAN SEBALIKNYA.

Bagaimana menciptakan Guru Kecil ” Otak Kanan” dan Guru Besar ”Otak Kanan” ?

Tunggu jawabannya pada pada artikel berikutnya!!


Dipersembahkan oleh :
Arman A.Amirullah
Staf Dit.PTKSD-Ditjen Mandikdasmen Depdiknas.

Friday, April 3, 2009

BEDAH BUKU " ANAK-ANAK YANG DIGEGAS"

ANAK-ANAK
YANG DIGEGAS

( Bedah buku : karya DU Faizah staf Dit.PTK-SD )

”Anak adalah mata air yang tak berbingkai, yang akan mengaliri tanah air yang subur ini...
Berikan dia pendidikan yang menyertai hati, penuh cinta dan kasih sayang...”.

Untaikan kata mutiara tersebut sebagai pembuka dalam buku ANAK-ANAK YANG DIGEGAS.
Salah satu buku yang menguak kegelisahan seorang pendidik sekaligus seorang Ibu yang merindukan suatu pendidikan paripurna yang dapat mengexplore segala potensi manusia yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta dengan kasih sayang-NYA.
Sungguh suatu kerugian besar yang dialami manusia di zaman modern ini karena ketidakmampuan-nya mengguna-kan potensi besar yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Apakah potensi besar itu ?
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa manusia terbagi dalam tiga komponen besar dari penciptaannya yaitu: Fhisik ( Tubuh ), Pemikiran ( Otak ), dan HATI (jiwa) yang bersemayam di jantung. Ketiga komponen besar tersebut yang paling memiliki potensi yang kuat bahkan dahsyat adalah bagian komponen HATI dimana komponen tersebut dapat mengakses otak bawah sadar manusia, serta dapat mengakses alam bawah sadar dan dapat menjadi sarana komunikasi dengan Sang Penciptanya.
Bahkan saat ini telah terbit buku yang mengupas tentang keajaiban HATI yang berjudul ” ZONA IKHLAS ” karya Erbe Sentanu; dalam buku tersebut disebutkan bahwa ada suatu wilayah di dalam hati manusia yang mana memiliki kemampuan yang sangat besar dan tak terbatas dan dirindukan oleh para pencari kebahagiaan dan para pencari ILMU PENGETAHUAN. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa bukan hanya sebagai sumber ilmu pengetahuan akan tetapi juga diyakini berisikan segala kebutuhan hidup manusia- dia bagaikan mata air sumber kecukupan alam semesta.
Belajar dari ilmu HATI yang dikupas oleh Erbe Sentanu dalam bukunya ZONA IKHLAS dapat diambil pelajaran bahwa pengembangan kemampuan seorang manusia tidak berawal dari kemampuan OTAK ( intelektual ) akan tetapi bersumber dari HATI ( emosional & spiritual ).
Karena itu kami sangat sepaham dengan Ibu DU Faizah yang mengupas salah satu masalah bangsa ini dalam bukunya yang berjudul ” ANAK-ANAK YANG DIGEGAS ”. Suatu buku yang menggugat tentang perlakuan yang keliru terhadap anak bangsa ini dengan digegas secara intelektual dan mengabaikan perkembangan anak sebagai manusia paripurna, yaitu ciptaan Allah yang sempurna dengan kelengkapan HATI sebagai cahaya ilmu pengetahuan dan sumber dari segala kecukupan manusia di alam semesta ini.

Dalam buku ANAK-ANAK YANG DIGEGAS juga dibahas bagaimana orang tua murid memperlakukan anak mereka seperti mesin robot dengan membebani segala macam pengetahuan dan kemampuan seperti; les matematika, les bahasa inggris, les piano, les IPA, kegiatan-kegiatan extra kokurikuler dan sebagainya, sehingga anak tersebut lupa akan potensi dirinya, mereka hanya menganggap OTAK ( intelektual ) sebagai satu-satunya alat peningkatan kemampuan dan kemapanan dirinya, suatu perlakuan yang secara tidak sadar telah mengebiri potensi yang ada dalam seorang anak manusia.
Dalam buku tersebut juga dikupas tentang orang tua sekarang yang merasa anak mereka tidak berguna alias bodoh manakala anak mereka memiliki nilai yang rendah dibidang matematika atau sains, dan mereka gelisah manakala anaknya belum bisa membaca-menulis diusia taman kanak-kanak. Padahal negara maju seperti Denmark mengajarkan baca-tulis-hitung diusia kelas 2 Sekolah Dasar (SD) dan tidak mengalami masalah dalam pembelajaran baca-tulis-hitung, malah bisa menciptakan generasi yang kreatif. Tegok pula negara maju seperti Jepang yang diusia SD hanya memberikan materi pelajaran yang mudah ( basic), tetapi jangan lupa mereka memfokuskan pengembangan OTAK KANAN ( yang kemampuannya 90% dari seluruh kemampuan otak manusia), di otak kanan itu pula yang dapat menerima hal-hal yang berbau spiritual, emosional, intuisi, firasat, kebahagiaan, empati, termasuk alam bawah sadar. Dan itu pula sebabnya pembelajaran pendidikan agama di SD tidak mampu ditangkap oleh anak didik kita ( sekaligus sebagai jawaban artikel ” Mempertanyakan Keberagamaan Pendidikan Agama ” Media Indonesia : 30/3/2009, Ahmad Baedowi, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma , Jakarta )

Saat ini, disaat manusia mengagung-agungkan intelektualitas ( OTAK KIRI ) secara tidak sadar mereka meninggalkan kemampuan OTAK KANAN, mereka akhirnya hanya mampu melihat apa yang tampak, tidak mampu membaca dan menelaah apa yang tidak tampak, padahal yang sesungguhnya; apa yang tampak itu adalah bersumber dari yang tidak tampak ( Zona Ikhlas,2009 ).

Yang cukup menarik bagi penulis adalah kisah nyata kehidupan para ilmuan dan para orang jenius di dunia ini sebagaimana yang ditulis dalam buku ANAK-ANAK YANG DIGEGAS sebagai berikut :
1. Seorang anak lelaki, 13 tahun, sangat lamban belajar. Baru hafal abjad pada usia sepuluh tahun. Bisa baca dengan baik setahun kemudian, mengalami kesulitan dalam motorik halus dan sukar menulis. Walaupun mengalami kekurangan dalam hal intelektual akan tetapi orang tuanya senantiasa menghadapi dan mengajari anaknya dengan CINTA dan kasih sayang.( tahukah anda bahwa beberapa puluh tahun kemudian anak lelaki itu menjadi Presiden pertama Amerika Serikat yaitu GEORGE WASHINTON ).
2. Seorang anak lelaki, 16 tahun, harus meninggalkan sekolah selama enam bulan atas perintah dokter karena mengalami nervous breakdown. Ia sangat tidak disukai murid maupun guru, terutama karena perilakunya yang aneh, perkembangannya terlambat untuk berbicara dan berjalan. Orang tuanya cemas tetapi yakin anaknya tidak mengalami kelainan tapi hanya keunikan . Anak itu hidup dengan dunia sendiri. Ia menciptakan agama sendiri, menggubah dan menyanyikan himne sendiri, dan jarang bercakap-cakap dengan orang lain. ( anak laki-laki yang dilabeli sebagai anak”dungu” kelak menjadi ilmuwan besar penemu teori Relativitas dia lah bernama: ALBERT EINSTEIN ).
3. Seorang anak lelaki, 6 tahun, Kelahirannya sulit dan kepalanya sangat besar. Sewaktu kecil ia pernah sakit parah, yang disebut orang tuanya ” demam otak”, di sekolah anak ini mengisolasi diri, sering tampak disorientasi, dan tidak rukun dengan teman-temannya yang lain, ia lebih suka menyendiri. Orang tuanya mengalami keguguran 3 kali sehingga sangat memproteksi kehadiran anak anak laki-lakinya itu. Ia sangat marah saat guru dan kepala sekolah mengatakan bahwa anaknya mengalami gangguan jiwa. Ia kemudian mengeluarkan anaknya dari sekolah kemudian mengajari anaknya sendiri di rumah dengan CINTA dan kasih sayang. ( anak laki-laki tersebut yang penyakitan dan ditolak oleh sekolah adalah THOMAS ALFA EDISON si penemu listrik dan tidak pernah menyelesaikan SD-nya).

Kisah lain diceritakan dalam buku ANAK-ANAK YANG DIGEGAS yaitu seorang jenius bidang matematika dari Malaysia bernama SUFIAH YUSOF diberi beasiswa selama 10 tahun oleh kerajaan Malaysia dalam program NEP karena ia mampu memasuki Oxford University di usia 13 tahun, selain jenius dibidang matematika ia pun juga berbakat dalam bidang olahraga dan merupakan pemain tenis handal dengan peringkat ke delapan. Akan tetapi saat berusia 15 tahun ia melarikan diri dari asrama mahasiswanya di Oxford, dan sempat dicari oleh polisi karena dicurigai diculik untuk mencuri rahasia kejeniusannya. Tapi apa yang terjadi kemudian sijenius tersebut dapat dilihat di dunia maya sebagai bintang porno ( silahkan search ” SUFIAH YUSOF ”).
Sebenarnya ada beberapa kisah serupa yang ditulis dalam buku ANAK-ANAK YANG DIGEGAS tapi penulis hanya memaparkan kisah di atas.

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kisah tersebut ?
Pertama :
Bahwa kecerdasan intelektual tidak menjadi jaminan kesuksesan seseorang.
Kedua :
Dengan CINTA dan Kasih sayang dapat menciptakan manusia-manusia cerdas seperti kisah di atas
Ketiga :
Dengan hanya mengandalkan kecerdasan intelektual ( otak kiri ) dapat menjerumuskan seorang manusia jenius menjadi seperti seekor binatang.
Keempat :
Dengan fakta di atas apakah masih kita mau mempertahankan ”fokus pada kecerdasan intelektual ? ”.
Tidakkah tergerak hati kita untuk mencoba menyelami kemampuan OTAK KANAN KITA ?
Tidakkah kita tertarik untuk menjadikan pelajaran di atas untuk membangun bangsa ini kedepan.
Semoga tulisan ini dapat mengetuk HATI kita untuk mau menyelami rahasia potensi OTAK KANAN kita yang diberikan oleh Sang Pencipta sebagai kesempurnaan penciptaan-NYA.
dibedah oleh :
Arman A.Amirullah
Staf Dit.PTK-SD Depdiknas