Wednesday, June 18, 2008

MENCETAK GENERASI UNGGUL ALA JEPANG

Kekeliruan dunia pendidikan kita selama ini terletak pada ketidakmampuan para pakar pendidikan, pendidik, bahkan pengambil kebijakan untuk mencetak generasi unggul. Generasi ini punya ciri kreatif, perekayasa, pencipta, dan bersikap atau bertingkahlaku teladan. Selain berbudi pekerti luhur, generasi unggul dalam kehidupan keseharian dicirikan peduli sesama, menghargai pendapat orang lain, tertib, jujur, disiplin, bertanggungjawab, penuh kasih sayang, cinta kebersihan, keindahan, dan lingkungan serta concern terhadap perdamaian.

Sayang seribu sayang, dunia pendidikan kita tampaknya masih terfokus mencetak " generasi pintar". Generasi ini lebih mengutamakan pencapaian prestasi program belajarnya dengan sasaran" mengejar ranking atau nilai NEM ( nilai evaluasi murni) dan UN ( Ujian Nasional ) tinggi" atau menjadi juara lomba matapelajaran tertentu.

Indonesia banyak melahirkan sederet juara olimpiade internasional, baik di bidang pelajaran matematika, sains, fisika, kimia maupun olahraga. Pertanyaannya, dengan mencetak generasi yang bertumpu pada logika(otak kiri) itu, apa yang bisa diharapkan demi kemajuan bangsa ke depan? Kita lupa, bangsa yang dibangun hanya dengan mengandalkan ilmu, tanpa bekal kreativitas dan moral, hanya akan menghancurkan bangsa itu sendiri.

Menurut penelitian mutakhir di AS, peran logika bagi sukses seseorang hanya 4%. Selebihnya (96%) sukses seseorang ditentukan oleh kemampuan " otak kanan " yang punya andil besar dalam hal kreativitas, imajinasi, inovasi, daya rasa, kreasi, seni, bersikap, kemampuan mencipta dan merekayasa.(MI,16/1'06) Kemampuan otak sadar manusia sendiri sebenarnya hanya 12% dari seluruh kemampuan otak manusia dan selebihnya (88%) berada di otak bawah sadar, tepatnya di otak kanan.(Quantum Ikhlas,2007)

Inilah rahasia bangsa Jepang, Korea, China, Singapura, dan negara-negara Barat hingga menjadi bangsa maju. Belakangan hal itu mulai diketahui dan disadari pula di India, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Indonesia ? Barangkali baru sebagian kecil orang memahami pentingnya pengembangan peran otak kiri bagi sebuah sistem pendidikan.

Ironis, di tengah bangsa-bangsa lain makin aktif mengembangkan model pendidikan ke arah yang lebih baik, Indonesia justru masih berkutat pada berbagai masalah kompleks. Waktu, pikiran dan tenaga kita seolah terkuras hanya untuk membahas masalah pemberantasan korupsi, karut-marutnya pelayanan publik dan masalah birokrasi yang berbelit.

Apa yang salah dengan pendidikan kita ? Bukankah sejak duduk di kelas TK, SD, SMP, dan SMA siswa-siswi selain diajarkan pelajaran umum dan khusus juga tak ketinggalan selalu dicekoki pelajaran agama dan kewarganegaraan? Suasana religius pun selalu melingkupi keseharian anak-anak Indonesia. Khotbah-khotbah agama tak hanya dilakukan di tempat-tempat ibadah, namun juga di televisi, lingkungan kerja dan masyarakat.

Ini bertolak belakang dengan kehidupan nyata masyarakat kita, yang justru kurang mencerminkan nuansa kehidupan agamis. Budaya tertib dan bersih, yang diyakini sebagian dari iman, terabaikan. Tatanan kehidupan masyarakat secara umum pun tidak menunjukkan kebajikan dan keteraturan.

Pelanggaran lalu lintas merupakan hal yang biasa. Budaya antre dan sopan santun dianggap angin lalu. Kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan lingkungan, rendah. Banyak orang masih membuang sampah sembarang, sementara fasilitas umum kotor dan bau. Di lain pihak, kasus-kasus perusakan lingkungan dan kriminalitas jalanan selalu menghiasi media massa setiap hari.

Dari pengalaman ketika berkunjung ke Jepang dan mencermati secara seksama sekolah dasar di negeri Sakura ini, terlihat pembiasaan sikap disiplin dan tingkah laku bermoral telah ditanamkan sejak siswa mulai masuk sekolah. Meski tak dibekali pelajaran agama, tatanan kehidupan masyarakat Jepang nyatanya lebih mapan, tertib, bermoral.

Begitu anak didik memasuki lingkungan sekolah, mereka harus rela dan sabar melepas sepatu untuk ditukar dengan sandal/sepatu khusus yang sudah disediakan di loker-loker. Ketika siswa hendak ke toilet, sandal/sepatu yang dikenakannya pun masih harus ditukar lagi dengan sandal khusus toilet yang terparkir rapi di depan pintu toilet. Ingat, usai memakainya, siswa harus mengembalikannya ke posisi semula untuk memudahkan rekan lain yang akan menggunakan selanjutnya. Meski kelihatannya sepele, namun pembiasaan-pembiasaan ini dapat menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk bersikap sabar, bertanggung jawab, menghargai orang lain, hidup bersih dan selalu menjaga kesehatan tubuh.

Di dalam kelas sendiri, anak-anak jepang sudah dibiasakan melayani teman-teman sekelasnya dengan menyajikan makanan secara bergiliran. Pembiasaan ini untuk menanamkan kesadaran anak-anak agar tertib, disiplin, menghargai budaya antre, rajin, penuh kebersamaan dan peduli sesama.

Di kelas-kelas sekolah Jepang banyak dipajang hasil karya siswa, baik di dinding maupun di atas rak-rak tempat tas siswa. Coraknya beraneka ragam, mulai dari karya dari barang-barang bekas dengan desain robot, mobil dan bangunan tinggi hingga bentuk-bentuk karya lainnya yang lebih rumit.

Pembiasaan memamerkan hasil karya siswa, merupakan momentum bagi siswa untuk meraih cita-cita. Lewat karya-karya tersebut, anak-anak Jepang kelak diharapkan bisa menjadi perakit mobil, robot, arsitek gedung-gedung bertingkat dan pencipta alat-alat canggih lainnya hingga menjadi kebanggaan bagi bangsanya.

Memang, kemampuan untuk berkreasi mendapat porsi besar dalam sistem pendidikan di Jepang. Sejak dini kemampuan dan kreativitas siswa digali sebesar-besarnya demi disiapkan sebagai tenaga terampil penuh kreativitas di bidang masing-masing di masa depan.

Falsafah Jepang mengatakan " Anak-anak adalah harta karun negara ". Nasib bangsa masa depan diyakini ada di pundak anak-anak mereka. Maka, negara selalu memperlakukan istimewa anak-anak Jepang, baik di bidang pendidikan, kesehatan, gizi, maupun perkembangan emosionalnya. Sistem pendidikan nasional Jepang pun lebih diarahkan demi kemajuan anak-anak bangsa ke depan.

Apakah kita akan terus membiarkan sistem pendidikan ini lebih bertumpu pada logika, tanpa mengutamakan penggalian kemampuan dan kreativitas seperti anak-anak Jepang ? ***

Dimuat dalam rubrik Opini Suara Karya, 8 Mei 2008.
(by: arman andi amirullah)

Thursday, June 12, 2008

PEMBUNUHAN KREATIVITAS ANAK

Secara tidak sadar sebenarnya kita telah membunuh kreativitas anak di sekolah dasar. Fakta ini kita bisa lihat pada matapelajaran anak SD selama satu minggu mereka hanya mendapatkan satu matapelajaran yang berkaitan dengan daya kreasi anak yaitu: matapelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (KTK) dengan durasi 2 jam pelajaran.

Coba bandingkan dengan di Jepang untuk setingkat SD ada empat matapelajaran yang berkaitan dengan daya kreasi anak yaitu: matapelajaran ART, MUSIC, HOME ECONOMICS, dan CRAFT, masing-masing matapelajaran tersebut disajikan dengan durasi 4 jam pelajaran dalam seminggu.

Dapat kita bayangkan bagaimana kemampuan daya kreativitas anak dalam mengembangkan daya kreasinya melalui matapelajaran Music, Seni, Kerajinan Tangan, dan Keterampilan Jahit menjahit, Memasak, Menyulam dll.

Pantaslah kalau negara seperti Jepang dapat melahirkan generasi kreatif sebagai tumpuan dalam memajukan negaranya. Tak heran kalau jepang bisa menciptakan robot canggih, karena disekolah sudah dibiasakan membuat hasil karya dari barang bekas dengan disain robot, mobil, gedung bertingkat, pesawat terbang, dsb.

Tak heran pula kalau Jepang terbiasa dengan hidup bersih, disiplin waktu, menghargai orang lain, penuh tanggung jawab, sangat sopan dan santun terhadap sesama, rajin, tekun, ulet, sabar.
Semua itu mereka biasakan dengan pembiasaan disekolah melalui praktek dan karya cipta.

Sepertinya mereka telah mengetahui rahasia perkembangan otak manusia, dan rahasia perkembangan emosional anak, sehingga di usia TK dan SD kesempatan tersebut tidak dilewatkan oleh guru dan orang tua murid untuk mengeksplor potensi2 yang dimiliki oleh anak .

Mengapa di negara kita tidak dapat mengetahui rahasia tersebut ? atau sebenarnya mereka mengetahui tapi cuek..tidak ada kemauan untuk memperbaiki generasi penerusnya, karena masing-masing orang di negara ini hanya memikirkan dirinya sendiri atau kelompoknya.

Sudah langka orang-orang yang mau memikirkan bangsanya, semua berlomba meningkatkan kemapanan personal atau kelompok, kalau perlu orang/kelompok lain ditumbangkan demi mencapai ambisi pribadi/kelompok.

Bagaimana memperbaiki kenyataan ini, tentunya dengan mempersiapkan generasi baru melalui perubahan paradigma pendidikan di sekolah dasar dan menengah.

Semoga tulisan ini dapat menjadi pemicu bagi kita untuk tidak membunuh potensi kreativitas anak, dengan tidak diberinya waktu dan kesempatan dalam mengeksplor daya kreasi dan imajinasi anak.

Tuesday, June 10, 2008

MY DREAM....

Mimpi-mimpi ini muncul setelah terkoneksi dengan alam bawah sadar kami setelah diberi gelombang kejut oleh CD digital Prayer hasil penggabungan teknologi komputer, ilmu otak dan kekuatan hati. Sungguh suatu penemuan teknologi yang canggih karena dapat menggabungkan antara kekuatan teknologi dengan kekuatan hati sehingga dapat menemukan gelombang alpha yang mana gelombang tersebut terdapat pada otak manusia yang berada dibelahan kanan.

Mimpi-mimpi tersebut salah satunya adalah ingin mengubah paradigma pendidikan kita yang selama ini berlaku di negara ini. Paradigma yang ada saat ini adalah kecenderungan bahwa kesuksesan lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan intelektual, sedangkan kecerdasan yang lain hanyalah pelengkap.
Padahal setelah kami membaca beberapa literatur dan mengawinkan dengan apa yang saya lihat pada negara yang sudah maju dalam dunia pendidikannya dan berhasil memasuki dunia modern, ternyata kuncinya bukan terletak pada intelektual atau kognitif akan tetapi sejauh mana potensi otak kanan anak manusia dapat di exlpor. Tak heran kalau kita melihat negara seperti di Jepang, maka matapelajaran di sekolah dasarnya begitu mudah alias gampang, fakta ini telah dibuktikan oleh anak kami sewaktu mengikuti kegiatan APCC ( Asia Fasific Children Convention, 2007 di Fukuoka, Jepang ) anak kami mengatakan " Kok pelajarannya mudah-mudah ya pak! matematikanya hanya tambah,kurang,perkalian,pembagian. Tapi pekerjaan keterampilannya banyak sekali..sambil memperlihatkan hasil karyanya yang dibuat selama di sana. Hal ini pun kami rasakan sewaktu ke jepang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ini secara tulus kami sampaikan kepada Bung Andrea Hirata..karena jasa beliau telah menulis novel tetralogi LASKAR PELANGI menyebabkan semangat saya untuk baca buku tumbuh secara berkelesat seperti kilatan cahaya, sehingga saya seperti orang yang kehausan ilmu, rasanya ingin membaca semua buku yang ada di jagad raya ini, juga dengan membaca buku beliau saya terinspirasi untuk berbuat sesuatu bagi bangsa tercinta bangsa Indonesia melalui membentuk kelompok diskusi di kantor tempat kami bekerja yang saya beri nama kelompok diskusi " EMPOWERMENT".

Selanjutnya..ucapan terima kasih saya secara tulus kami haturkan kepada Bung Erbe Sentanu atas jasanya menulis buku QUANTUM IKHLAS .., setelah baca buku tersebut akhirnya kami mengalami sesuatu yang sungguh luar biasa, karena buku tersebut otak sadar dan bawah sadar kami bisa meningkat secara luar biasa diluar perkiraan kami. Saat ini terkadang kami merasa " Kok saya bisa berpikir sejauh dan sedalam itu ", juga kami diperlihatkan rahasia seluruh kehidupan ini, termasuk merasakan keberadaan Allah sang pencipta alam ini ada di dekat urat leher kami, juga kami dapat mengetahui apa itu ikhlas dan langsung merasakan seperti apa rasa keikhlasan itu.. lebih unik lagi kami bisa merasakan gelombang yang bisa memasuki gelombang Allah SWT, Subhanallah hanya engkau yang mengetahui segala sesuatunya yang terjadi di dunia ini, wallahualam bissawab.